Selasa, 13 Oktober 2009

Matkul Hk .Pajak

Pengertian Hukum :
Utrecht

“ Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah -perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan oleh karena itu seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang besangkutan “

Soerojo Wignjodipoero

“ Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau perizinan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat


Pengertian Pajak :

Prof. Dr. P.J.A Adriani

“ Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk , dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan
tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan “


Prof. Dr. M.J.H. Smeets

“ Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah “

Secara umum pengertian Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara sebagai pendapatan suatu negara / daerah.untuk membiayai pengeluaran rutin negara / daerah.

Ciri-ciri Pajak :

1. Pajak dipungut berdasarkan / dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksananya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.



5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu mengatur.

Pengertian Retribusi

Adalah pungutan yang ada kontraprestasinya terhadap pembayar, prestasi kembalinya adalah langsung dari pemerintah, seperti pembayaran abonemen Air Minum, Listrik, Telekomunikasi, Gas dll. Retribusi juga berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku umum dan dapat dipaksakan. Contoh : Pemadaman aliran listrik jika tidak membayar.

Pengertian Sumbangan

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu, tidak boleh dikeluarkan dari kas umum, karena prestasi tersebut tidak ditujukan kepada pembayar seluruhnya, melainkan hanya sebagian tertentu saja. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor.

Penghasilan Negara

Untuk membiayai suatu negara dibutuhkan adanya uang, selain mencetak sendiri, atau meminjam dari negara lain, atau organisasi internasional seperti IMF, Bank Dunia, G-8, CGI, dan sebagainya, negara mempunyai sumber penghasilan antara lain :




a. Perusahaan Negara
Yang bersifat monopoli, strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak seperti pertambangan, energi, telekomunikasi, pos, transportasi, kimia, dll.

b. Barang-barang milik dan / atau dikuasai pemerintah, seperti benda tak bergerak (tanah) atau saham-saham.

c.Denda-denda perampasan-perampasan untuk kepentingan umum contoh : Barang yang disita oleh negara.

d. Hak-hak waris atas harta peninggalan terlantar.

e. Hibah.

f. Pajak, Retribusi, dan sumbangan.

Hukum Pajak

Adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat, melalui kas Negara.

Hukum pajak adalah termasuk dalam hukum publik karena mengatur hubungan hukum antara Negara dengan orang-orang atau badan hukum (PT,CV,Firma,) yang berkewajiban membayar pajak (yang selanjutnya disebut wajib pajak).

Tugas Hukum Pajak

Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum ini , dengan tidak mengabaikan latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan masyarakat tersebut.

Tujuan Hukum Pajak
Untuk membuat adanya keadilan dalam soal pemungutan pajak, yang adil, merata, dan seimbang.


Pajak Menurut UUD’1945 Pasal 23 (2)

“ Segala Pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang “

artinya berbagai macam pajak harus berdasarkan undang-undang atau dasar hukum yang jelas, seperti :

1. Undang-Undang

ü UU No. 6 Tahun 1983 (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).
ü UU No. 7 Tahun 1983 (Pajak Penghasilan).
ü UU No. 8 Tahun 1983 (Pajak Petambahan Nilai Barang dan Jasa).




2. Peraturan Pemerintah

ü PP No.35 Tahun 1983 (Tentang Pendaftaran, Pemberian Nomor Poko Wajib, Penyampaian Surat Pemberitahuan, dan Persyaratan Pengajuan Keberatan).

ü PP No. 36 Tahun 1983 (Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pajak Penghjasilan 1984).

ü PP No. 37 Tahun 1983 (Tentang Pajak atas Bunga Deposito Berjangka dan Tabungan-Tabungan Lainnya).


3. Keputusan Menteri Keuangan R.I

ü KepMen Keu R.I No 947/KMK.04/1983 (Tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak)

ü KepMen Keu R.I No 948/KMK.04/1983 (Tentang Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak).

ü KepMen Keu R.I No 949/KMK.04/1983 (Tentang Tata Cara Mengangsur dan Menunda Pembayaran Pajak).




Perlawanan Terhadap Pajak

a. Menghindar Dari Pajak.

Menghindar dari pajak dengan tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan pajak, dengan cara mengurangi atau menekan konsumsinya dengan barang-barang yang dikenakan pajak.

Contoh :
Untuk menghindari dikenakannya pajak untuk penjualanan ponsel bergaransi, maka pedagang kelas kecil dan menengah cenderung menjual ponsel bekas.

Akibat dari penghindaran pajak, menyebabkan pengurangan permintaan terhadap barang yang dikenakan pajak, dan bertambahnya permintaan barang-barang pengganti (subtitusi) yang tidak dikenakan pajak.

Secara yuridis (hukum) menghindar dari pajak adalah legal, karena tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.







b. Mengelak Dari Pajak.

Artinya adalah untuk melepaskan diri dari kewajiban membayar pajak, atau setidaknya mengurangi kewajibanya dari yang seharusnya ia bayar. Dengan cara memalsukan dokumen /
pembukuan, atau mengisi formulir yang tidak lengkap (penyelundupan), memberikan laporan keuangan yang tidak sebenarnya (pembukuan standar ganda).

Secara yuridis, hal ini jelas bertentangan dengan hukum, dan dapat dianggap sebagai tindak pidana, penggelapan dan penipuan.

Contoh :
± Adanya ponsel Black Market (BM) yang merupakan selundupan (tanpa bea masuk) yang harganya lebih rendah dari ponsel bergaransi resmi.

± Adanya CD, VCD, Soft Ware, dan Buku bajakan yang tanpa bea atau royalty.

Akibat dari Pengelakan Pajak :

Æ Penaikan tarif pajak.
Æ Menyebabkan persaingan tidak sehat di antara pengusaha.
Æ Stagnasi berputarnya roda ekonomi.



c. Melalaikan Pajak

Artinya menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak formalitas-formaslitas yang harus dipenuhi olehnya. Dengan cara melenyapkan barang-barang yang dapat disita oleh petugas pajak (fiskus), dengan mengganti perusahan pribadi
menjadi perseroan, memindahtangankan barang-barang yang dapat disita atas nama orang lain.

Kaitan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana dan Perdata

1 Kaitannya dengan hukum Pidana, bahwa terdapat sanksi-sanksi dan hukuman pidana bagi para pelanggar pajak. Seperti mengelak dan menghindar dari pajak.

? Kaitannya dengan hukum perdata adalah, cukup erat sebab hampir setiap perbuatan hukum yang bersifat perdata seperti jual-beli, warisan, pendapatan, kekayaan, dan lain-lain dikenakan pajak.








The Four Maxim’s (Adam Smith) / Asas Pemungutan pajak.

1. Pungutan pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya, artinya seimbang dengan penghasilan yang di peroleh, pemerintah tidak boleh mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak.

2. Pajak yang harus di bayar oleh seseorang, harus jelas, mengenai objek, subjek, besarnya pajak, dan ketentuan batas waktu pembayaran.

3. Pajak hendaknya dipungut pada saat yang dekat dengan waktu penerimaan penghasilan / pendapatan yang bersangkutan.

4. Pemungutan pajak hendaknya agar tidak melebihi pendapatannya.













Sumber Bacaan :

° Pengantar Ilmu Hukum Pajak (PT.Ersco Bandung, 1994/1994 oleh R. Santoso Brotodihardjo, SH)

° Pajak Bumi dan Bangunan (Djambatan, Jakarta, 1986 oleh Drs. Marsono)

° UU No. 6 Th 1983 setelah diadakan perubahan dengan UU No.9 Th 1994 (Ketentuan umum dan tata cara perpajakan).

° UU No. 8 Th 1983 (Pajak Penghasilan).


Evaluasi :


$ Kehadiran (10%)
$ Tugas & Quiz (15%)
$ Hasil ujian mid smester (25%)
$ Hasil UJian Akhir Smester (50%)





Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya.

b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang besumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

Syarat Pemungutan Pajak

a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Mengenakan pajak secara sdil dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing wajib pajak, dan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan banding ke Majelis Pertimbangan Pajak (MPP).

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis).
Diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2


c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis).
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan.

d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil).
Biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Untuk memudahkan wajib pajak memenuhi kewajiban pajaknya.

Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak.

a. Teori Asuransi
Negara melindungi harta, benda, dan jiwa dari rakyatnya, pajak diibaratkan sebagai premi asuransi bagi rakyatnya.

b. Teori Kepentingan
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

c. Teori Daya Pikul
Pajak dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing wajib pajak.



d. Teori Bakti.
Sebagai warga negara yang berbakti, harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatu kewajiban.

e. Teori Daya Beli
Memungut pajak berarti menarik daya beli rumah tangga masyarakat ke rumah tangga negara. Selanjutnya negara menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteran masyarakat.

Kedudukan Hukum Pajak.

Hukum pajak adalah termasuk dalam hukum publik, karena mengatur hubungan hukum antara negara (fiskus) sebagai pemungut pajak, dengan rakyatnya sebagai (wajib pajak).

Hukum Pajak menganut paham imperatif, artinya pelaksanaannya tidak dapat ditunda, walaupun wajib pajak mengajukan keberatan, atau mengajukan penundaan pembayaran. Sebelum ada putusan dari Dirjend Pajak.









Timbul & Hapusnya Utang Pajak

Menurut Ajaran Formil :

Pajak timbul, karena adanya ketatapan pajak dari fiskus, hal ini biasa diterapkan pada official assessment system.

Menurut Ajaran Materiil :

Pajak timbul karena adanya udang-undang, seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Hal ini diterapkan pada self assesmant system.

Hapusnya utang pajak :

1. Pembayaran.
2. Kompensasi.
3. Daluarsa.
4. Pembebasan dan Penghapusan.


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Berfungsi sebagai identitas diri wajib pajak, dan sebagai pengawasan tertib administrasi perpajakan.




Kapan NPWP di cantumkan / diperlukan ?

a. Saat pengisian formulir yang dipergunakan wajib pajak.

b. Surat menyurat dalam hubungan dengan perpajakan. (baik instansi negara maupun swasta).

Pendaftaran NPWP

Wajib pajak berdasarkan self assessment wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak diwilayah kerjanya atau tempat kedudukan wajib pajak.
Apabila wajib pajak tidak mendaftrakan dirinya, akan dikenakan sanksi pidana penjara 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak dibayar atau kurang dibayar.

Penghapusan NPWP

1. Wajib Pajak pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.

2. Wanita menikah, dengan tidak adanya perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.

3. Warisan yang telah selesai di bagi.

4. Wajib pajak badan yang dibubarkan secara resmi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.


Format NPWP

XX. XXX. XXX. X .XXX. XXX

9 digit pertama merupakan kode WP.
6 digit berikutnya Merupakan kode administrasi perpajakan.

Catatan :

ÿWP yang tidak diwajibkan mendaftrakan diri, dapat mendaftarkan diri, dan akan diberikan NPWP

ÿSetiap WP hanya memiliki satu NPWP.

ÿUntuk perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya.

ÿUntuk perusahaan (PT, CV, Firma, dll) yang baru berdiri sebaiknya tetap memiliki NPWP, sebab apabila merugi, dapat dikompensasi dengan tahun berikutnya.


Surat Pemberitahuan Pajak (SPT)

Adalah surat bagi WP untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terhutang, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.



Prosedur Penyelesaian SPT

1. WP mengambil blanko SPT pada Kantor Pelayanan Pajak setempat , dengan menunjukkan NPWP.

2. SPT diisi dengan benar, jelas dan lengkap, sesuai dengan petunjuk yang diberikan, agar tidak dikenakan sanksi perpajakan.

3. SPT dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak, dengan batas waktu yang ditentukan, dan akan diberikan tanda terima tertanggal.


Bukti yang harus dilampirkan pada SPT

1 Buku laporan keuangan, berupa neraca dan rugi laba.

1 Dasar pengenaan pajak, jumlah pajak keluaran, Jumlah pajak masukan, dll.


Pembetulan SPT

WP dapat melakukan pembetulan SPT apabila pajak yang kurang dibayar, sebagai akibat pengungkapan ketidak benaran pengisian SPT, akan dikenakan sanksi sebesar 50% dari pajak kurang bayar.


Jenis SPT

SPT Masa
Adalah surat yang oleh WP digunakan sebagai laporan penghitungan dan atau pembayaran pajak.

SPT Tahunan
Adalah surat yang oleh WP digunakan sebagai laporan penghitungan dan atau pembayaran pajak dalam satu tahun pajak.


Surat Setoran Pajak (SSP)

Pengertian :
Surat yang digunakan oleh WP untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank milik BUMN (BNI, BCA) atau Bank milik BUMD (Bank DKI, Bank Jabar) atau tempat lain yang ditunuk oleh Menteri Keuangan.

Fungsi :
Sebagai sarana untuk membayar pajak, dan sebagai alat bukti laporan pembayaran pajak.







Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Pengertian :

Adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang belum terbayar.

SKPKB diterbitkan bila :

+ WP belum membayar, atau kurang bayar.
+ SPT tidak disampaikan sesuai dengan waktunya.
+ Pembukuan dan pencatatan keuangan WP kurang jelas dan akurat.

Sanksi Administrasi :

K Apabila WP kurang bayar tagihan pajak, dikenakan sanksi bunga 2% / bln (max. 24 bulan).

K Apabila SPT tidak disampaikan tepat pada waktunya, dan pembukuan yang kurang akurat sanksi denda 50% dari tagihan pajak.

Fungsi SKPKB :

a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.



Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tambahan (SKPKBT).

Pengertian :

Adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
SKBPT diterbitkan apabila adanya data baru yang belum terungkap dalam SKPKB, atau SKBPT sebelumnya. Fungsinya sama seperti SKPKB.

Sanksi SKPKBT :

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekirangan pajak tersebut.

Jangka waktu penerbitan SKPKBT :

Sepuluh tahun sesudah pajak terhutang, setelah berakhirnya Masa Pajak, dan / atau bagian dari tahun pajak.





Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Pengertian :

Adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak, dari yang seharusnya dibayar.

SKPLB diterbitkan apabila jumlah pembayaran pajak lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang.

Fungsinya untuk mengembalikan jumlah pembayaran pajak.

Tata cara pengajuan SKPLB :

ð WP mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjend Pajak.

ð KPP atas nama direktur Jendral Pajak menerbitkan SKPLB dalam waktu paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima.

ð Apabila SKPLB dalam 12 bulan belum juga terbit, maka pemohonan WP atas SKPLB dianggap telah dikabulkan.

ð KPP menerbitkan Surat Perintah Membayar Kembali Pajak (SPMKP) dalam waktu satu bulan setelah diterbitkannya SKPLB


Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak, sama besarnya degan jumlah kredit pajak. SKPN terbit apabila setelah diteliti oleh Dir Jend Paak, ternyata tidak ada tagihan pajak.

Surat Tagihan Pajak (STP)

Adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. Yang mempunyai kekuatan hukum untuk dipaksakan.

Penerbitan STP :

C Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

C Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung.

C WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.

Fungsi STP :
¤ Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang.
¤ Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
¤ Alat untuk menagih pajak.


Sanksi Administrasi STP :

Apabila WP kurang bayar pajak penghasilan, atau kurang bayar karena salah hitung atau salah tulis, maka WP dikenakan sanksi bunga sebesar 2% / bln

Pembukuan

Wajib pajak baik badan usaha maupun perorangan wajib untuk mengadakan pembukuan. Pembukuan harus memenuhi syarat-syarat sbb :


a. Pembukuan dibuat dengan itikad baik dan dengan keadaan yang sesungguhnya.

b. Diselenggarakan di Indonesia.

c. Menggunakan huruf latin dan angka Arab

d. Menggunakan mata uang Rupiah atau mata uang asing yang diizinkan oleh Men Keu.

e. Menggunakan Bahasa Indonesia, atau bahasa asing yang diizinkan oleh Men Keu.

Catatan : Pembukuan dan dokumen-dokumen lain pendukungnya harus disimpan selama 10 tahun.



Sanksi :
K Memperlihatkan dokumen palsu yang seolah-olah benar.
K Tidak menyelenggarakan pembukuan.
K Tidak memperlihatkan dokumen untuk diperiksa

Dipidana penjara paling lama 6 tahun atau denda setingginya 4 kali jumlah pajak yang terhutang.


Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya, untuk menguji kepatuhan WP, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sasaran Pemeriksaan

Untuk mencari adanya :
a. Interpretasi Undang-undang yang tidak benar.
b. Kesalahan hitung.
c. Penggelapan penghasilan.
d. Pemotongan dan pengurangan pajak yang tidak seharusnya dilakukan oleh WP.






Tujuan Pemeriksaan

a. Untuk menguji kepatuhan WP dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan, yang dapat dilakukan dalam hal :

1) SPT menunjukkan kelebihan bayar.
2) SPT Tahunan Pajak menunjukkan rugi.
3) SPT tidak disampaikan, atau disampaikan tidak pada waktu yang ditetapkan.

b. Dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan :

1) Penghapusan NPWP.
2) Pencocokan data dan atau keterangan.
3) Wajib Pajak mengajukan keberatan.

Wewenang untuk memeriksa dilaksanakan oleh DirJend Pajak

Prosedur Pemeriksaan

1. Petugas pemeriksa dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan, yang harus diperlihatkan kepada WP yang diperiksa.

2. WP memperlihatkan dokumen, catatan, dan pembukuan yang berhubungan dengan perpajakan.



3. WP memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh pemeriksaan, dan mendukung dan bekerja sama secara penuh kepada petugas pemeriksa.

4. Apabila WP terikat untuk merahasiakan dokumen mengenai pajak, hal itu tidak berlaku selama pemeriksaan.

Penyidikan

Timbul apabila setelah pemeriksaan ditemukan adanya dugaan tindak pidana perpajakan, guna mengetahui tersangkanya serta besar pajak terutang yang digelapkan. Sesuai ynag berlaku pada KUHAP.

Petugas penyidik adalah pegawai dilingkungan DirJend Pajak yang diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM R.I untuk melakukan penyidikan tindak pidana bidang perpajakan.

Wewenang Penyidik

/ Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti.
/ Menyuruh berhenti dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan.
/ Memotret seorang yang diduga terkait dengan tindak pidana perpajakan.
/ Memanggil seseorang untuk diminta keterangannya sebagai tersangka atau saksi.


Hak dan Kewajiban Wajib Pajak.

Kewajiban :
ü Mendaftarkan untuk mendapatkan NPWP
ü Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
ü Menyelengarakan pembukuan / pencatatan.

Hak :
J Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
J Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
J Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
J Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak.
J Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

Keberatan dan Banding

Tata cara penyelesaian keberatan

a. WP mengajukan keberatan hanya kepada Dir Jend Pajak mengenai :
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
4) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).


b. Keberatan diajukan dalam Bahasa Indonesia, dilengkapi denagn perincian pajaknya.

c. Keberatan diajukan dalam jangka waktu tiga (3) bulan sejak tanggal pemungutan atau pemotongan.

d. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan point b dan c tidak dianggap sebagai Surat Keberatan.

e. Dirjend Pajak dalam jangka waktu 12 bulan harus memberi keputusan, apabila lebih dari dari itu dianggap dikabulkan.

f. Pengajuan keberatan, tidak menunda kewajiban membayar pajak oleh WP. ( sifat imperatif hukum pajak).

Tata Cara Penyelesaian Banding.

a. WP mengajukan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak, setelah adanya keputusan dari Dir Jend Pajak mengenai keberatan dari WP.

b. Banding diajukan maksimal dalam waktu 3 bulan sejak tanggal keberatan dikeluarkan. Dengan tertulis, Berbahasa Indonesia, mengemukakan alas an yang jelas, serta melampirkan Surat Keputusan Keberatan.

c. Putusan badan peradilan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.

d. Permohonan Banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak.

e. Apabila pengajuan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan ditambah dengan bunga sebesar 2% sebulan (maksimal 24 bulan).


Pajak Negara / Pajak Pusat.

Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah :

1. Pajak Penghasilan ( PPh ).
Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang No.7 tahun 1984 yang telah diubah dengan UU No.17 th 2000, yang berlaku mulai tahun 1984.

2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ( PPN & PPnBM ).
Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah UU No.8 th 1983 yang diubah dengan UU No.18 th 2000, yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 April 1985.

3. Bea Meterai.
Dasar hukum Bea Meterai adalah UU No. 13 th 1985, yang mulai berlaku mulai 1 Januari 1986.


Pajak Daerah

Merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan per-UUan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.


Pajak Daerah dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Pajak Propinsi terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2. Pajak Kabupaten / Kota, terdiri dari :
a. Pajak Hotel.
b. Pajak Restoran.
c. Pajak Hiburan.
d. Pajak Reklame.
e. Pajak Parkir.





Subjek Pajak dan Wajib Pajak.

Subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak, yang menjadi subjek pajak adalah :
a. Orang Pribadi.
b. Warisan yang belum terbagi
c. Badan Hukum (PT, CV, BUMN/BUMD, Firma, Koperasi, dll).

Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Subjek Pajak.

a. Saat seseorang dilahirkan sampai pada akhir hayatnya.

b. Saat menjadi WNI sampai seseorang melepaskan status WNInya.
c. Saat suatu badan hukum didirikan sampai pada saat badan hukum tsb dibubarkan.
d. Saat suatu badan hukum berkedudukan di Indonesia sampai tidak lagi berkedududkan di Indonesia.

Yang bukan termasuk subjek pajak :

a. Badan perwakilan negara asing.
b. Pejabat perwakilan diplomatik.
c. Organisasi Internasional, dengan syarat Indonesia menjadi anggota dari organisasi tersebut.
d. Pejabat perwakilan organisasi internasional.



Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Pengertian penghasilan adalah :

a. Imbalan berupa gaji, honor, komisi, bonus, dan uang pensiun.
b. Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, mapun anggota.
c. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
d. Deviden.
e. Royalti.
f. Kurs Valas.

Yang Tidak Termasuk Objek Pajak antara lain :

a. Bantuan sumbangan.
b. Harta hibah.
c. Warisan.
d. Pembayaran asuransi Jiwa, Kecelakaan, beasiswa.







Pajak Penghasilan Pribadi (Pph Pasal 21)

WP PPh Pasal 21 :

– Pejabat Negara / Pejabat Daerah.
– Pegawai Negeri Sipil (PNS).
– Pegawai Tetap.
– Pegawai Lepas.
– Penerima Honorarium.

Objek Pajak PPh Pasal 21 :
Dikenakan potongan penghasilan adalah :

– Penghasilan yang diterima dan diperoleh secara teratur seperti : gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium.

– Penghasilan yang diterim asecara tidak teratur, seperti : jasa produksi, tunjangan cuti, THR, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis, yang tidak tetap dan dibayarkan sekali dalam setahun.

Pemotong Pajak PPh Pasal 21 :
– Pemberi Kerja
– Bendaharawan Pemerintah.
– Dana Pensiun seperti PT. Jamsostek, PT. Taspen serta badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari tua.
– Perusahaan.
– Yayasan.


Kewajiban Pemotong Pajak :

– Mendaftrakan diri ke Kantor Pelayanan Pajak setempat.

– Mengambil formulir-formulir yang diperlukan yang diperlukan, dalam rangka pemenuhan kewajiban pajaknya.

– Menghitung dan memotong, serta menyetor ke KPP setempat melalui Kantor Pos, atau Bank BUMN maupun BUMD yang ditunjuk oleh Dir Jend Anggaran Dep Keu.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) / UU No.12 tahun 1994.

Asas Pajak Bumi dan Bangunan :
– Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
– Adanya kepastian hukum.
– Mudah dimengerti dan adil.
– Menghindari pajak berganda.

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
– Jalan tol.
– Kolam Renag.
– Pagar Mewah.
– Tempat Olah raga.
– Galangan kapal, dermaga.
– Taman Mewah.


Objek Pajak PBB :
– Bumi dan Bangunan.
– Klasifikasi bumi dan bangunan, yang mengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya seperti : Letak, pereuntukan, pemanfaata, kondisi lingkungan, dll.

Pengecualian Objek Pajak PBB :
– Bangunan tempat ibadah seperti : Mesjid, Gereja Vihara, dll.
– Rumah sakit.
– Madrasah, Pesantren.
– Panti asuhan.
– Museum, candi.
– Tanah makam.
– Hutan Lindung.
– Digunakan oleh perwakilan diplomatik, atau organisasi internasional.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan :
Adalah orang pribadi, atau badan hukum yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan bangunan serta menarik manfaat atas bumi dan bangunan tersebut.









Pajak Penghasilan Badan / Golongan
(PPh Pasal 23)

Yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah WP dalam negeri atau bentuk usahatetap yang menerima penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, dan penyelenggaraan kegiatan.

Pemotong PPh Pasal 23 :

– Badan Pemerintah
– Penyelenggara Kegiatan.
– Bentuk usaha tetap.
– Perwakilan perusahaan luar negeri.
– WP pribadi yang ditunjuk oleh Dir Jend Pajak untuk memotong PPh Pasal 23 : Akuntan, Arsitek, Dokter, Pengacara, PPAT, Notaris, dan Konsultan.

Objek Pemotongan :

– Deviden (Bruto, 15%)
– Royalti (Bruto, 15%)
– Imbalan (Netto 15%)
– Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. (Netto, 15%)







Cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan.

1. Dasar pengenaannya adalah Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ).

2. Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun sekali oleh Ka. Kanwil DirJend Pajak atas nama Men Keu, dengan mempertibangkan pendapat Gubernur / walikota / Bupati.

3. Besarnya prosentase ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

4. Nilai jual sebagai dasar penghitungan pajak (assessment value), yaitu suatu presentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.

Contoh :
Nilai jual suatu tanah (objek pajak) sebesar Rp.2.000.000,- prosentase misalnya 20%, maka besarnya = 20% x Rp.2.000.000,- = Rp.200.000,-

Nilai Jual Kena Pajak.

1. Sebesar 40 % dari NJOP untuk :
a. Objek Pajak Perkebunan.
b. Objek Pajak Kehutanan.
c. Objek pajak lainnya yang sam aatau lebih besar nilainya dari satu milyar rupiah.



2. Sebesar 20 % dari NJOP untuk :
a. Objek Pajak Pertambangan.
b. Objek Pajak Lainnya yang NJOPnya kurang dari satu milyar rupiah.

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff pajak dengan NJKP.
Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP
= 0,5 % x [Persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP) ].

Contoh :
WP A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOPnya Rp. 20.000.000,- dan NJOPTKP untuk daerah tersebut RP. 12.000.000,- maka besar pajak terutangnya adalah :

= 0,5 % x 20 % x (Rp.20.000.000 – Rp. 12.000.000)
= Rp. 8.000,-

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP, WP yang pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya, kecuali WP menerima SPOP dari DirJend Pajak. SPOP harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap dan dikembalikan ke Dir Jend pajak 30 hari setelah diterimanya SPOP.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Dirjend Pajak mengeluarkan SPPT berdasarkan SPOP yang telah diterima dari WP

Surat Ketetapan Pajak (SKP)

SKP dikeluarkan oleh DirJend pajak apabila :
a. SPOP tidak dikembalikan oleh WP setelah ada teguran secara tertulis.

b. ernyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari yang disampaikan oleh WP.

DirJend pajak mengeluarkan SKP secara jabatan apabila WP tidak mengembalikan SPOP pada waktunya.

Pengurangan PBB :

a. Hasil pendapatan dari lahan pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan sangat tidak memadai / kurang.

b. Objek Pajak yang NJOP nya meningkat karena pembangunan / pengembangan yang dikuasai oleh WP yang berpenghasilan rendah.

c. WP yang semata-mata pendapatannya hanya dari pensiun.


Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Adalah tanah dan bangunan yang dimiliki oleh WP yang memberikan manfaat dan keuntungan secara ekonomis. Seperti tanah pertanian, perkebunan, perikanan darat, usaha penginapan (hotel, losmen,dll).

Bea Meterai

Dasar Hukum
Pengenaan Bea Meterai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 yang biasa disebut dengan “ Undang-Undang Bea Meterai ” yang mulai berlaku mulai 1 Januari 1986, dan diperkuat dengan PP No.24 Tahun 2000 tentang “ Perubahan Tarift Bea Meterai “.

Sebab-sebab dikeluarkannya UU No.13 Tahun 1985

1. Agar lebih sempurna dan sederhana (terdiri dari 7 bab, 18 pasal).
2. Lebih mudah, karena hanya mengenal 1 (satu) jenis Meterai tetap, yaitu Rp.6.000,- dan Rp.3.000,-.
3. Objek lebih luas.

Prinsip Umum Pemungutan atau Pengenaan Bea Meterai.

1. Bea Meterai dikenakan atas dokumen (merupakan pajak atas dokumen).
2. satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai.
3. Rangkap dokumen yang ikut ditandatangani (Asli).

Pengertian

1. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
2. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan.

3. Benda meterai adalah meterai temple dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah R.I
4. Permetereaian kemudian adalah adalah perlunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas pemintaan pemegang dokumen.

Tarif Bea Meterai.
6000 Surat yang memuat jumlah yang mempunyai nilai nominal Rp 1. juta.

3000 Surat yang memuat jumlah yang mempunyai nilai nominal Rp 250 rb.

Surat – surat / dokumen yang dikenakan meterai a.l :

– Surat yang dibuat dengan tujuan untuk pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata. (surat kuasa dan surat hibah).

– Akta Notaris / PPAT termasuk salinan.
– Efek / saham.
– Wesel.



Yang Tidak Dikenai Bea Meterai.

– Surat penyimpanan.
– Konosemen (Surat bukti pengiriman, seperti TIKI, DHL, FedEx).
– Surat angkutan penumpang dan barang.
– Segala bentuk ijazah baik yang sekolah maupun luar sekolah (kursus).
– Surat Gadai yang dikeluarkan oleh Perum Pegadaian.
– Tanda terima gaji, pensiun, dan tunjangan.

Saat Terutang Bea Meterai / Permeteraian Kemudian.

– Dokumen yang dibuat di luar negeri.
– Dokumen yang belum lengkap tanda tangannya.
– Dokumen yang diserahkan kepada siapa dokumen itu dibuat.

Cara Penulisan Bea Meterai.

– Meterai tempel.
– Kertas meterai.
– Cara lain yang ditetapkan oleh Men Keu.

Sanksi Adimistrasi

Apabila dokumen tidak atau kurang bayar maka akan dikenakan denda administrasi sebesar 200 % dari Bea Meterai yang tidak atau kurang bayar.


Bea Meterai yang terutang ……………. Rp. 6.000,-
Denda Adimistrasi ……………………… Rp. 12.000,- +
Jumlah Pemeteraian Kemudian ………. Rp. 18.000,-

Ketentuan khusus :
a. Menerima, menyimpan, dan mempertimbangkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang bayar.
b. Melekatkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang bayar pada dokumen lain yang berkaitan.
c. Memnbuat salinan, rangkapan, tembusan atau petikan dari dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang bayar.

Sanksi diatas bagi PNS berlaku hukuman sesuai dengan PP No.30 tahun 1980 a.l :
a. Peringatan / teguran.
b. Penundaan kenaikan gaji / pangkat.
c. Diberhentikan.

Sanksi Pidana
“ Dengan sengaja menggunakan cara lain untuk pelunasan Bea Meterai (Pasal 7 (2) b) tanpa seizin Men Keu dipidana penjara maximal 7 tahun “.
– Pemalsuan / peniruan meterai tempel, kertas meterai.
– Menyimpan dan mengedarkan meterai palsu.
– Menyimpan bahan / perkakas pembuat meterai palsu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar